Jumat, 29 Mei 2009

Peta Medan


View Larger Map

Satu Abad Kota Medan


SEBELUM 1975, Kota Medan merayakan hari ulang tahunnya setiap 1 April. Penetapan hari ulang tahun itu didasarkan pada penetapan kota Medan sebagai Gemeenteraad (dewankota) pada 1 April 1909Jika hari ulang tahun itu tidak diubah pada 1975, pada 1 April 2009 ini merupakan hari ulang tahun satu abad Kota Medan. Melakukan refleksi melalui peringatan satu abad kota Medan sebagai satu kota dengan warisan jejak peradaban Eropa yang tinggi, tentu beda dengan jika yang dijadikan tonggak adalah hari jadi sebuah kampung. 


Apalagi tidak ada bukti historis dari kampung itulah 
Medan berkembang menjadi kotamodern. Ini semua terjadi hanya gara-gara sekelompok orang tidak mau segala sesuatu yang berbau kolonial. Lalu, di awal 1970-an di Medan orang mencaricari hari jadi kota
 yang baru. 

Yang penting tidak ada bau Belanda-nya, mereka mencoba mengingkari bahwa Kota Medan ciptaan Belanda. Lalu, mereka tersesat ke sebuah legenda bernama Riwayat Hamparan Perak. Fakta hari jadi sebuah kota dalam pengertian modern di dalam riwayat itu jelas tidak ada. Lantas, fakta yang tidak ada itu diada-adakan, dijungkirbalikkan, yang penting ketemu tanggal yang tidak berbau kolonial Belanda. 

Ketemulah tanggal simsalabim 1 Juli 1590, yang sekarang diperingati sebagai tanggal hari jadi Kota Medan. Satu tanggal yang manipulatif, jauh dari maksud mencari tanggal pengganti hari jadi sebuah kota modern, yang embrio kemunculannya baru ada pada abad ke-19. 

Dokumen yang ada di arsip Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial (PUSSIS) Universitas Negeri Medan (Unimed) tampak bahwa upaya untuk mengganti hari jadi kota yang berbau Belanda itu dilakukan melalui seminar pada 27–29 Maret 1971 yang kemudian bergulir dibentuknya Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan. 

Nah, panitia inilah yang kemudian memfokuskan diri untuk menelaah teks tradisional yang anonim, Riwayat Hamparan Perak (RHP) sebagai bahan untuk mencari hari jadi kota Medan. Pada waktu itu memang dalam disiplin ilmu sejarah, belum berkembang kajian kritis atas sebuah teks tradisional, sehingga tidak dipertanyakan apakah sebuah teks tradisional bisa dipertanggungjawabkan untuk mencari data historis? 

Apakah teks menyimpan fakta sejarah atau teks tradisional sebenarnya sebuah wacana sejarah? Karena pertanyaan kritis itu tidak diajukan, panitia tidak menyadari di belakang hari akan menimbulkan masalah yang pelik ketika paradoks dalam teks ini dibuka orang satu per satu. Misalnya panitia berdasar teks ini menyatakan bahwa pendiri kota Medan adalah Guru Patimpus, orang Karo bermarga Sembiring. 

Namun, sekarang di internet ada bantahan berdasar teks yang sama, Guru Patimpus bukan marga Sembiring, dia adalah marga Sinambela, keturunan Sisingamangaraja. Jadi, jika teks itu tetap dipakai, bukan tidak mungkin akan timbul polemik tak berujung, pendiri Kota Medan bukan orang Karo, melainkan orang Batak Toba. 

Jadi, jelas penggunaan teks RHP bermasalah untuk mencari jejak historis sejarah kota Medan. Namun, karena waktu itu (awal 1970-an) yang penting mencari hari jadi kota yang tidak berbau kolonial, RHP pun menjadi korban.

Kebesaran Guru Patimpus sebagai ulama Islam yang penting dan kharismatik, menurut RHP, menjadi terdistorsi oleh tafsir Panitia Hari Jadi Kota Medan, menjadi pendiri sebuah kota yang justru tidak dia dirikan. Jika menolak 1 April 1909 karena buatan Belanda, masih ada tanggal lain yang lebih layak, misalnya pindahnya Ibu Kota Asisten Residen Deli dari Labuhan ke Medan (1879), tanggal dipindahkannya Ibu Kota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis ke Medan (1 Maret 1887), atau pindahnya Istana Kesultanan Deli dari Labuhan ke Medan (18 Mei 1891). 

Kampung tidak mungkin berevolusi menjadi sebuah kota jika tidak ada faktor-faktor luar yang mendukungnya (dalam hal Kota Medan perkembangan spektakuler perkebunan), seperti banyak ada ratusan kampung yang sampai sekarang tetap menjadi kampung dan tidak berevolusi menjadi sebuah kota. 

Mengenang satu abad kota Medan dari desain besar peradaban modern Eropa, jelas bisa membuka mata kita. Amburadulnya Kota Medan sekarang ini disebabkan salah urus penanggung jawab kota, siapa lagi kalau bukan wali kota dan dewan perwakilan (DPRD) Medan. 

Sebab, sejak didesain Belanda akhir abad ke-19 sebagai sebuah kota modern dengan replika peradaban Eropa di dalamnya, Kota Medan merupakan salah satu ikon penting kota yang unik, tidak ada duanya di dunia. Sebuah kota Paris van Sumatera yang dirancang dan puluhan tahun diurus dengan serius oleh dewan kota (Gemeenteeraad) dan wali kotanya (Burgemeester).

Mengenang satu abad Kota Medan yang kini telah menjadi bagian dari kota dunia yang mengglobal sekaligus tanpa roh peradaban kota, setiap tahun ada celah untuk membangkitkan pertanyaan, apa yang menyebabkan kota yang semula luar biasa ini berubah menjadi kota yang salah urus, apa saja warisan kota ini yang telah dijarah, siapa saja pejabat yang tidak benar-benar mengurus kota ini seperti selama puluhan tahun sebelumnya diurus dengan baik, dan siapa saja mereka yang “berjasa”menghancurkan peradaban kota? 

Lalu,apa yang bisa segera kita lakukan untuk menyelamatkan jejak peradaban kota yang digilas kepentingan ekonomi dan politik jangka pendek ini? Namun sayang, dalam memperingati hari jadi kota Medan sejak 1975, setiap tahun kita tidak lagi mengenang sisi tingginya peradaban kota ini karena memori kita disesatkan untuk mengenang sebuah kampung. 
(*) 

Sumber :
DR PHIL ICHWAN AZHARI, Ketua Pussis Unimed
http://www.apeksi.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=277&Itemid=75
29 Mei 2009

Sumber Gambar:
http://media.photobucket.com/image/istana%20kesultanan%20deli/penage/infokito/IstanaMaimum.jpg

Istana Maimoon Cermin Kematangan Tradisi Melayu


Keberadaan sebuah istana di tanah Melayu selain menunjukkan kemapanan sistem pemerintahan, juga kematangan tradisi dan budaya masyarakat yang dihasilkan dari dialektika panjang dengan budaya-budaya luar. Istana Maimoon yang terletak di Jalan Brigjen Katamso No 55, Medan, Sumatra Utara, membuktikan fakta di atas.

Ada nilai sejarah dan budaya yang menyelimuti perjalanan istana yang didominasi warna kuning itu. Sejarah yang dicatat beberapa ahli menguak bagaimana hubungan politik, ekonomi, dan budaya terjalin antara masyarakat Melayu dan pihak luar sehingga melahirkan ciri-ciri kebudayaan yang unik dan termanifestasikan melalui elemen-elemen bangunan dalam istana.

Sementara itu, nilai budaya yang berkembang di seputar istana merupakan sistem kepercayaan masyarakat lokal yang diwariskan secara turun-temurun kepada generasi selanjutnya. Dengan demikian, meskipun wujud Istana Maimoon telah melintasi beberapa generasi, nilai-nilai kulturalnya masih tetap terjaga.

Nilai sosio-kultural
Nilai budaya yang mencuat dari Istana Maimoon tidak hanya berasal dari keindahan arsitekturnya, tetapi juga dari tata letaknya. Letak istana menyatu dengan masjid dan lapangan terbuka. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Tidak ada tembok yang memisahkan ketiganya sehingga memungkinkan bagi masyarakat umum mendekati bahkan memasuki area istana.

Tentu saja ini menjadi pemandangan menarik, mengapa sebuah istana tidak dikelilingi tembok-tembok yang kokoh guna melindungi sultan dan keluarganya dari gangguan luar? Di sinilah letak perbedaan model kepemimpinan antara kesultanan Melayu dengan kekaisaran di Jepang, Cina, atau kerajaan-kerajaan di daratan Eropa. Seorang kaisar atau raja di luar kawasan Melayu diyakini sebagai manusia setengah dewa yang tidak tersentuh bahkan hampir tidak pernah terlihat oleh rakyatnya sendiri. Alasan keamanan memaksa mereka hidup di balik tembok-tembok besar juga tinggi dan dijaga ribuan prajurit.

Fenomena semacam itu tidak terjadi di tanah Melayu. Konsep keamanan bagi kesultanan Melayu dibangun di atas saling percaya antara sultan dan rakyatnya. Sultan menjamin keamanan, keadilan, dan kemerataan ekonomi terhadap semua rakyat. Melalui kebijakan tersebut, rakyat bukanlah ancaman, melainkan partner yang bisa diajak berdialog dan bekerja sama membangun pemerintahan yang baik.

Dalam istilah Melayu dikenal ''Sultan ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah.'' Artinya, seorang sultan hanyalah manusia biasa yang memang harus dijunjung dan dihormati, namun tidak melebihi tinggi ranting dan dikedepankan tidak lebih dari satu langkah. Dengan demikian, seorang sultan masih dapat dilihat, disapa, bahkan disentuh oleh rakyatnya. Sultan dan rakyat bukanlah dua entitas yang berbeda, tetapi merupakan dua unsur masyarakat yang saling melengkapi. Oleh sebab itu, seorang sultan tidak perlu berlindung di balik tembok besi, karena sejatinya rakyat sendiri merupakan benteng yang kokoh bagi sultan dan keluarganya.

Menikmati keindahan istana
Saling percaya antara sultan dan rakyat melebihi kokohnya pertahanan tembok, bahkan benteng sekalipun. Di sekitar Istana Maimoon, tidak ada batas perlindungan fisik, hanya hamparan tanah lapang dengan rumput hijau dan taman bunga yang tertata apik. Saat ini, setiap menjelang sore, anak-anak dan orang dewasa membaur dalam permainan. Pohon palem dan cemara menambah pesona indahnya area itu. Di pelataran istana, terdapat pondok kecil tempat menyimpan benda-benda sejarah peninggalan keluarga kesultanan.

Secara historis, kemegahan Istana Maimoon berbanding lurus dengan kemakmuran Kesultanan Deli pada masa Sultan Makmun ar-Rasyid Perkasa Alamsyah, sultan ke-8 dan pendiri istana. Sultan Deli yang juga menjadi kepala Masyarakat Hukum Adat menyewakan tanah kurang lebih seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) kepada pengusaha Belanda untuk perkebunan tembakau yang terkenal dengan sebutan Tembakau Deli.

Asro Kamal Rokan mencatat, melalui kontrak keperdataan yang dikenal dengan Akta Konsesi, pada Juli 1863, dikelolalah tanah tersebut oleh beberapa perusahaan swasta Belanda, di antaranya Deli Maatchappij dan Deli Cultuur Maatschapij. Dari hasil penyewaan tanah itu, pihak kesultanan mendapatkan keuntungan sangat besar sehingga mampu membangun sarana-sarana publik. Masjid Raya Medan, Masjid Labuhan Deli, dan Istana Maimoon tercatat sebagai bangunan megah yang dibangun pada masa itu. Perkebunan tembakau terus berkembang dari tahun ke tahun, hingga pada 1874, jumlah perusahaan dari Belanda mencapai 22 buah.

Pesatnya kemajuan ekonomi dan intensitas persentuhan kebudayaan lokal dengan luar, melahirkan corak kebudayaan yang anggun, seperti terlihat pada arsitektur bangunan Istana Maimoon. Bangunan istana ini adalah hasil perpaduan antara gaya arsitektur Melayu, Arab, Moghul, India, dan Eropa. Di bagian depan tangga, terpampang prasasti marmer yang ditulis dengan haruf latin berbahasa Belanda. Pembangunannya konon menghabiskan dana sebesar Fl 100.000 (atau setara 1 juta gulden Belanda).

Istana yang dibangun pada 26 Agustus 1888 ini terdiri atas dua lantai dengan ketinggian 14,40 meter. Di bagian depan, terdapat 28 anak tangga berundak terbuat dari marmer mengkilat asal Italia. Dinding dan atapnya dihiasi ornamen perpaduan antara Melayu dan Timur Tengah. Sang arsitek, TH Van Erp yang berkebangsaan Belanda, merancang bentuk pintu dan jendela dengan lebar dan tinggi sesuai gaya arsitektur Belanda. Tapi, terdapat pula beberapa pintu yang bergaya Spanyol.

Adapun pengaruh Arab Islam tampak dari keberadaan lengkungan (arcade) pada atap dengan tinggi lengkungan berkisar antara lima sampai delapan meter. Keseluruhan bangunan ditopang 82 tiang batu berbentuk segi delapan dan 43 tiang kayu dengan lengkungan-lengkungan yang berbentuk lunas perahu terbalik dan ladam kuda.

Sesaat setelah menikmati bagian luar istana, Anda dapat memasuki ruang dalam yang terbagi dari ruang induk, sayap kanan, dan sayap kiri. Atap bangunan yang berbentuk limas dan kubah berada tepat di atas tiga ruangan tersebut. Di ruang induk (balairung) seluas 412 meter, terdapat singgasana berwarna kuning menyala yang berhiaskan kristal cantik dari Eropa. Ruang ini merupakan tempat upacara penobatan raja dan upacara adat lainnya. Di tempat ini pula, sang Sultan menerima para pembesar kesultanan lain. Sementara itu, pada dinding ruangan ini terpajang foto sultan-sultan Deli dan permaisuri.

Selain singgasana, ruangan yang berhias ornamen dengan warna-warni yang indah ini juga terdapat beberapa benda peninggalan Kesultanan Deli, seperti sejumlah keris, pedang, payung kerajaan, tombak, lima buah gebuk (tempat air untuk membasuh tangan dan kaki sultan), dan tepak sirih. Semua benda tersebut masih terawat cukup baik. Dari ruangan ini, dapat disaksikan ukir-ukiran Melayu, seperti motif pucuk rebung pada pinggiran atas lesplank.

Ruangan-ruangan lain yang dulunya merupakan ruang pribadi raja, permaisuri, dan keluarganya kini dimanfaatkan untuk keperluan lain. Ada yang digunakan untuk memamerkan souvenir dan ada pula yang dipakai untuk menyimpan benda-benda peninggalan kesultanan.

Istana Maimoon berada di area seluas empat hektare. Istana ini sendiri memiliki luas 2.772 meter persegi dan 30 ruangan. Sejak 1946, istana tersebut dihuni para ahli waris Kesultanan Deli. Berbagai pertunjukan seni tradisional Melayu sering digelar dalam rangka memeriahkan hari-hari besar Islam.
 
Nilai sejarah dan budaya Istana Maimoon mengundang decak kagum para pengunjungnya. Meski demikian, potensi pariwisata yang dimilikinya belum digarap secara optimal. Berbagai pihak, baik pemerintah maupun lembaga swasta kini sedang berupaya secara serius merawat dan mempercantik kondisi fisik istana dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya.

Di Antara Sejarah dan Mitos

Kemegahan Istana Maimoon yang kita saksikan saat ini tidak lepas dari perjalanan sejarah Kesultanan Deli di Sumatra Timur. Pada sekitar tahun 1612, Kerajaan Aceh mengutus seorang laksamana bernama Sri Paduka Sultan Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Khoja Bintan ke tanah Deli.

Gocah Pahlawan berhasil mengambil alih kekuasaan Kerajaan Haru di Deli Tua pada 1630. Gocah Pahlawan kemudian menjadi penguasa di daerah taklukan itu mewakili penguasa Aceh hingga tahun 1653. Pada 1669, Deli melepaskan diri dari Aceh yang semakin melemah akibat situasi politik internal yang menggerogoti kekuasaan raja. Tak banyak catatan sejarah yang membicarakan periode awal pisahnya Kerajaan Deli dari Kerajaan Aceh.

Namun, menurut sejarah, pada tahun 1854, Deli kembali ditaklukkan oleh Aceh dan Osman Perkasa Alam diangkat sebagai Sultan. Kedudukan Sultan Osman digantikan oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam yang memerintah pada tahun 1861-1873.

Kegemilangan Kesultanan Deli mencapai puncaknya ketika dipimpin oleh putra sulung Sultan Mahmud Perkasa Alam, yaitu Sultan Makmun al-Rashid Perkasa Alam (1873-1924). Pada masa beliaulah pembangunan berbagai sarana pemerintahan berjalan pesat, termasuk pembangunan Istana Maimoon.

Mitos di seputar istana

Cerita-cerita tentang kekuatan gaib memang tidak pernah sepi dari istana, termasuk di Istana Maimoon. Oleh Claude Levi-Strauss, cerita-cerita gaib tersebut dinamakan mitos. Seperti, di Istana Maimoon, ada cerita tentang Putri Hijau; di Mataram, ada cerita tentang Ratu Laut Selatan; dan sebagainya.

Pelajaran penting dari mitos-mitos itu tidak terletak pada benar atau tidaknya cerita tersebut, tetapi bagaimana ia bekerja di tengah masyarakatnya. Keberadaan mitos sangat penting, terutama untuk menjaga keharmonisan hidup karena mitos sarat dengan nilai-nilai yang mencegah masyarakat melakukan pelanggaran-pelanggaran sosial.

Mitos tentang Putri Hijau di Istana Maimoon berkaitan dengan meriam buntung yang diletakkan di sisi kanan depan istana, di dalam sebuah bangunan atau rumah Batak Karo. Dari cerita ini, tergambar bagaimana pasang surut hubungan antara Kerajaan Deli dan Aceh yang diwarnai dengan penaklukan dan perdamaian.

Alkisah, dahulu di Kesultanan Deli Lama, sekitar 10 kilometer dari Medan, hidup seorang putri cantik bernama Putri Hijau. Kecantikan sang putri terdengar oleh Sultan Aceh. Sang sultan pun jatuh hati dan melamar sang putri. Sayang, lamarannya ditolak oleh kedua saudara Putri Hijau, yakni Mambang Yazid dan Mambang Khayali. Penolakan itu menimbulkan kemarahan Sultan Aceh.

Kemudian, terjadilah perang antara Kesultanan Aceh dan Deli. Konon, saat perang itu salah satu saudara Putri Hijau, yaitu Mambang Yazid menjelma sebagai ular naga dan Mambang Khayali menjadi sepucuk meriam yang terus menembaki tentara Aceh. Karena terus-menerus menembaki pasukan Aceh, meriam itu pecah menjadi tiga keping. Pecahan-pecahan meriam itu hingga saat ini ada di tiga tempat, yakni di Istana Maimoon, Desa Sukanalu (Tanah Karo), dan Deli Tua (Deli Serdang).

Begitu populernya cerita di atas, hingga nama Istana Maimoon juga dikenal dengan nama Istana Putri Hijau. Dan, meriam buntung hingga kini dianggap keramat oleh masyarakat sekitar.rid/kem  (28 April 2009)

Sumber :
29 Mei 2009

Sumber Gambar:

Medan, Dari Brastagi hingga Samosir


Sumatera Utara ternyata menyimpan potensi wisata yang rasanya sayang untuk dilewatkan. Sebagai alternative destinasi liburan anda, wilayah ini diyakini mampu menyaingi Bali dengan pertimbangan kawasan ini berdekatan dengan Singapura, Thailand dan Malaysia. Sebagai pusat pemerintahan daerah Sumatera Utara, Medan tumbuh menjadi kota metropolitan dengan penduduk kurang lebih 2,5 juta jiwa, sebagian besar penduduk tersebut adalah suku Batak dan Melayu. Selebihnya Jawa, Aceh serta warga keturunan Cina dan India. Sekarang Medan adalah kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Bangunan perkantoran dan pusat perbelanjaan tumbuh bak jamur di musim hujan. Salah satu keistimewaan kota Medan adalah becak motor atau yang lebih dikenal dengan becak mesin yang menambah semaraknya kota ini.
Untuk mencapai wilayah beribukota Medan ini, dapat ditempuh melalui darat, laut, dan udara. Medan memiliki Bandar Udara (Bandara) Internasional Polonia yang letaknya 4 km dari pusat kota, pelabuhan laut terbesar ketiga di Indonesia, Belawan yang terletak 25 km di utara Medan. Selain itu, mempunyai 2 terminal bis antar kota yaitu Terminal Pinang Baris di utara dan Terminal Amplas di selatan Medan.

Di Medan banyak dijumpai bangunan kuno bergaya Eropa sisa Kolonial Belanda dan kawasan ini dikenal dengan nama Kesawan. Di utara Kesawan terdapat Lapangan Merdeka. Di sekitar tempat ini terdapat beberapa bangunan kuno seperti Gedung Balai Kota, Bank Indonesia, PT. London Sumatera, Hotel Dharma Deli dan sebuah jembatan gantung (titi gantung) yang di bawahnya terdapat Stasiun Kereta Api Medan. Juga terdapat bangunan antik yang bersejarah yaitu Kantor Pos Pusat Medan yang sampai sekarang masih tetap beroperasi. Jika anda menyempatkan diri untuk menikmati suasana malam kota Medan, di kawasan Kesawan terdapat tempat Jajanan Malam terbesar di Kota Medan, anda bisa menikmati semua jenis makanan yang telah siap dihidangkan oleh para penjajanya. Di Kesawan juga (Jl. Ahmad Yani) ini anda dapat menemukan berbagai jenis sovenir asli yang menunjukan ciri khas Daerah Sumatera Utara.

Objek wisata yang bisa ditemui di Medan adalah Istana Maimun yang merupakan hasil peninggalan dari jaman penjajahan Belanda. Objek wisata tersebut sangatlah indah dan seni arsitekturnya sangatlah mencirikan sebuah bangunan kuno eropa bak istana. Objek wisata ini terletak di Jl. Brigjend Katamso, Medan. Selain itu terdapat juga Mesjid Raya Medan yang memiliki perpaduan seni artistik yang tinggi dan megah, membuat mesjid ini terlihat sangat anggun. Lokasi Mesjid Raya Medan dapat anda jumpai di Jl. S.M. Raja, Medan.

Tanah Karo bisa menjadi destinasi anda selanjutnya berjarak sekitar 78 km dari Medan. Salah satu tempat yang bisa anda kunjungi di Tanah Karo adalah Brastagi, terletak di ketinggian sekitar 4.594 kaki dari permukaan laut dan dikelilingi barisan gunung-gunung, memiliki udara yang sejuk dengan hamparan perladangan pertaniannya yang indah, luas dan hijau. Brastagi merupakan daerah tujuan wisata yang memiliki fasilitas lengkap. Brastagi juga dikenal dengan julukan kota Markisa & Jeruk Manis. Dari sini anda bisa menikmati pemandangan indah Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung yang keduanya masih aktif.

Cukup dengan perjalanan 3 sampai 4 jam ke hutan di Gunung Sibayak untuk melihat kekayaan alam baik flora maupun fauna. Selain buah - buahan, Berastagi juga terkenal sebagai penghasil berbagai jenis sayur - sayuran, buah - buahan dan bunga - bunga. Di kota ini sering diselenggarakan beberapa even pariwisata, seperti Pesta Bunga Buah dan Festival Kebudayaan Pesta Mejuah-juah yang diadakan setiap tahun. Tanah Karo memiliki tradisi yang turun temurun dilakukan yaitu Kerja Tahun yang diselenggarakan setiap tahun oleh orang-orang Karo yang tinggal di daerah ataupun yang sudah merantau.

Ada banyak alternatif untuk mencapai Tanah Karo dari Medan, yaitu : Sembahe merupakan salah satu lintasan jalan raya Medan-Brastagi sekitar 35 km dari Medan dapat ditempuh selama 45 menit dengan kendaraan bermotor dari kota Medan, sekitar 15 menit perjalanan dari Sembahe, anda tiba di Sibolangit yang berjarak kira-kira 40 km dari Medan. Sepanjang jalan akan terlihat Hutan Wisata yang sebelumnya merupakan kebun botani (tumbuh-tumbuhan) yang terletak di lereng pegunungan Bukit Barisan yang berudara yang sangat sejuk. Jalan-jalan kecil di hutan hujan ini berguna untuk pemberhentian para turis lokal maupun dari manca negara. Di sepanjang jalan ini juga dapat ditemukan pondok-pondok durian yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat beristirahat sambil makan durian.

Bandar Baru, merupakan suatu kota kecil lebih kurang 47 km dari Medan ke arah Brastagi, memiliki udara sejuk dan nyaman yang cocok untuk liburan akhir pekan; Penatapen/ pemandangan merupakan tempat lintasan jalan Medan-Brastagi yang dekat dengan perbatasan antara Tanah Karo dengan Deli Serdang. Di tempat ini sering digunakan sebagai tempat pemberhentian sejenak bagi orang yang lelah dalam perjalanan sambil menikmati hangatnya jagung rebus dan jagung bakar. Dari sini kita bisa memandang ke arah Bandar Baru dan Medan, juga bisa melihat air terjun Sikulikap serta jalur pendakian ke Gunung Sibayak.

Menyeberang Danau Toba, anda pastinya akan singgah di Pulau Samosir, sebuah pulau yang terletak di tengah danau yang menjadi destinasi anda berikutnya. Meski terbilang kecil, Kabupaten Samosir memiliki daerah-daerah yang berpotensi di bidang wisata yang berbasis pemandangan alam, wisata spiritual, wisata pertanian, wisata budaya dan perairan Danau Toba.

Seperti wilayah Tuk-Tuk Siadong, menyajikan lanskap keindahan alam yang banyak dikunjungi wisatawan daerah maupun manca negara. Soal akomodasi, daerah ini menyediakan sarana penginapan kelas hotel berbintang. Tomok, merupakan lokasi pemakaman Raja Sidabutar, pemakaman ini berumur ratusan tahun. Siallagan merupakan lokasi perkampungan Batak dengan batu persidangan (pengadilan) dan tempat eksekusi yang berada tepat di tengah kampung. Simanindo adalah lokasi perkampungan Batak dengan museum yang berisi peninggalan barang-barang kuno dan bersejarah.

Di pulau Samosir juga terdapat Air Panas / Aek Hangat (Hot Spring) yang berada di kawah Gunung Pusuk Buhit. Air yang keluar merupakan air panas belerang yang diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Tano Ponggol merupakan sebuah daerah yang menghubungkan Pulau Samosir dan Pulau Sumatera. Pantai Lagundi terdapat di sepanjang pantai timur Pulau Samosir. Pantai yang berpasir putih ini sangat cocok untuk camping ground dan wisata remaja. Sebuah menara tampak menjulang dibanding bangunan sekitarnya. Dari menara yang dinamakan Menara Pandang Tele yang berlokasi di daerah pegunungan di sisi lain pulau Samosir ini anda bisa melihat bentuk Pulau Samosir secara keseluruhan. Sebuah kawasan yang bernama Batu Guru diyakini menjadi slogan orang Batak yaitu "Dalihan Natolu". So, anda punya banyak pilihan untuk menentukan destinasi traveling selanjutnya, kan? (26 Agustus 2008)

Sumber :
Dakomi
29 Mei 2009

Sumber Gambar:

Medan, Surga Kuliner


Ketika minggu yang lalu kami berada di Medan untuk pengambilan gambar “Wisata Kuliner” TransTV, saya tertawa ketika mengetahui Camelia, produser program ini, ternyata sudah menyiapkan program pribadi selama di Medan. Dalam kategori wajib termasuk sarapan soto udang di Jalan Kesawan, makan siang di RM “Jemadi”, dan nongkrong di Merdeka Walk. Dalam kategori harus, daftarnya semakin panjang.

Medan, tak pelak lagi, memang surga kuliner. Pengakuan ini tidak saja diberikan oleh warga Indonesia, melainkan juga di luar negeri. Orang-orang Penang (Malaysia) dan Singapura banyak yang mengaku suka makanan Medan. Sebaliknya, seolah-olah memang harus terjadi imbal-balik (reciprocity), orang Medan pun menyukai makanan Penang dan Singapura.

Menjelang akhir tahun lalu, saya diundang menjadi juri lomba penulisan review kuliner di sebuah tabloid populer Medan,Aplaus. Kesan saya setelah membaca tulisan-tulisan peserta lomba, orang-orang Medan sendiri ternyata tidak cukup memiliki pengetahuan yang lengkap dan menyeluruh tentang kekayaan kuliner yang menjadi kekuatan daya tarik pariwisata Medan.

Medan memiliki keunikan lebih – antara lain – karena adanya pemengaruhan dari kultur kuliner India dan Tionghoa terhadap kuliner Melayu yang kaya dan unik. Sayangnya, sama dengan masakan Betawi yang kian terpinggirkan di Jakarta, masakan Melayu pun agaknya kurang mendapatplatform yang pantas dan terhormat di Medan.

Untungnya ada RM “Serai Wangi” yang menyajikan masakan Melayu setiap hari. Masakan khas Melayu-Deli yang perlu dicicipi adalah bubur pedas yang dibuat dari sekurang-kurangnya 44 macam bahan dan bumbu. Juga anyang – masakan seperti urap di Jawa. Sayurnya jantung pisang, pakis, dan tauge. Sambal serainya sangat gurih, karena diisi udang basah dan udang kering, dengan kelapa bakar yang ditumbuk. Anyang kesukaan saya adalah yang dicampur dengan ikan pari bakar. Heavenly!

Jangan lupa memesan sambal janmuk (janda mengamuk), yaitu sambal terasi yang ditumis dengan jengkol, buncis, dan pare. Ada juga sambal raja berangkat (nama lainnya adalah sambal kerak kelapa) yang dibuat dari kelapa panggang kemudian ditumbuk dengan berbagai bumbu, dimakan dengan lalapan. Gulai masam ikan senangin-nya sangat bagus. Terasa berlemak, padahal tanpa santan, dengan tonerasa kincung (kecombrang) yang memesona.

Saya khawatir sudah tidak banyak lagi orang Medan yang kenal kue harum legit yang disebut tepung banda. Dessertyang memukau ini juga sering disebut bolu kamboja. Sebuah penamaan yang sebetulnya justru keliru karena kue ini jauh lebih lezat dibanding bolu.

Setiap kali berkunjung ke Medan, hampir tidak pernah saya sarapan di hotel, sekalipun sudah tersedia sarapan gratis yang termasuk dalam tarif sewa kamar. Siapa sih yang mau menukar kelezatan semangkuk Soto Medan denganscrambled egg with toast sajian default di hotel-hotel?

Sudahlah, kita tidak perlu bergaduh untuk menetapkan mana Soto Medan yang paling juara di kota ini. Tapi, kesukaan saya adalah yang di Jalan Sungai Deli. Kelezatan kuah sotonya dan keempukan dagingnya sangat dipujikan. Tetapi, adalah rempeyek udangnya yang membuat saya memilih tempat ini sebagai favorit. Ada lagi Soto Udang di Jl. Kesawan (A. Yani) yang tidak boleh dilewatkan. Pemiliknya adalah orang Jawa. Soto udangnya dahsyat! Tiada dua!

Tempat sarapan favorit lainnya adalah RM “Tabona”. Dari pagi diantre orang. Jualannya adalah kari ayam dan kari lembu (sapi). Bisa dimakan dengan nasi atau bihun. Jangan coba-coba ke sana kalau tidak mau ketagihan!

Di kawasan Glugur ada kedai yang sangat populer dengan jualan Sop Sumsum khas Langsa. Sopnya encer dan segar – membuat kita merasa kurang bersalah. Padahal, isinya sungguh berlemak! Tulang kaki sapi dengan sumsum di dalamnya. Sumsum sapi lebih mudah menjadi encer ketika dipanaskan, sehingga dapat dihirup dengan sedotan minuman. Sluuuurrrrp!

Di kawasan Titi Bobrok juga ada jualan serupa, tetapi dari kerbau. Selain sop dan sop sumsum, juga tersedia daging kerbau panggang. Wuah, pada jam makan siang yang antre sampai melimpah ke luar warung. Ada juga warung yang buka sore hari dan menjual sop kepala kambing utuh.

RM “Jemadi” di Glugur adalah sebuah rumah makan yang menyajikan masakan Melayu dengan sentuhan Jawa. Hidangan andalannya adalah udang goreng yang besar-besar (udang laut maupun udang galah dari sungai), dan gulai kepala ikan yang lebih soft dibanding gagrak Aceh dan Melayu. Gulai kepala ikannya bernuansa segar karena dibumbui asam glugur dan daun jeruk. Tersedia pula berbagai masakan Jawa dengan citarasa yang otentik.

Jangan lupa bahwa Medan juga merupan kota tempat bermukim banyak sekali orang-orang Tapanuli dengan tradisi kuliner yang tidak kalah dahsyat. Kuliner Tapanuli tersaji dalam dua segregasi utama, yaitu: halal dan non-halal (mengandung babi, dan kadang-kadang juga anjing)

Gagrak masakan Tapanuli Selatan (halal) di Medan diwakili oleh dua rumah makan terkenal, yaitu RM “Padang Sidempuan” dan RM “Nasrul Sibolga” di Jalan Sisingamangaraja. Yang disebut terakhir juga mengkhususkan pada masakan Tapanuli Selatan gaya pesisir. Hidangan khasnya adalah gulai ikan salai (ikan lele asap), pale (pepes) isi teri dan daun singkong, ikan geleng (ikan kembung cabut duri), dan daun ubi tumbuk (sayur daun singkong yang ditumbuk halus, dicampur rimbang). Selain kedua rumah makan itu, banyak lagi rumah makan Tapsel Madina (Tapanuli Selatan Mandailing Natal) yang masing-masing punya andalan khas.

Untuk versi non-halal, pilihannya cukup beragam – termasuk begitu banyak lapo yang menghidangkan BPK (Babi Panggang Karo). Saya terpaksa menampilkan favorit saya, yaitu RM “Siagian” di Jalan Darat. Tetapi, sejak beberapa bulan lalu, ada sebuah rumah makan baru bernama “Onma Tabo” – menyajikan masakan Tapanuli, tetapi pemilik dan jurumasaknya orang keturunan Tionghoa. Saksang ayam-nya mak nyuss!

Berbagai makanan Tionghoa yang saya sukai bukanlah dari kios-kios di sepanjang Jalan Semarang dan Jalan Selat Panjang, melainkan terpencar di berbagai sudut kota. Bihun bebek, misalnya. Saya kenal dua tempat favorit untuk makan bihun bebek. Yang pertama di daerah Kesawan, dikenal dengan nama Bakmi Kumango. Yang lain lagi, Bihun Bebek Asuk, beralamat di Jl. Gandhi. Juga Bakmi “Hock Seng” yang sudah saya tulis dua minggu yang lalu.

Bila malam hari tiba, salah satu tempat favorit untuk mencari makan adalah justru sepanjang Jalan Semarang dan Selat Panjang yang membuat kita srasa berada di Hong Kong atau Singapura. Kalau mau makan ringan, pesan sajatau kua he ci yang juga populer disebut lap choyTau kua adalah tahu kuning padat. He ci adalah rempeyek udang. Hidangan ini juga memakai kangkung, tauge, cumi-cumi, dan kepiting, disiram kuah asam manis.

Untuk Kwetiauw Medan yang terkenal, saya justru lebih suka versi halal yang disajikan oleh Akuang di Jalan Pagarruyung. Mengikuti pakem tradisional, kwetiauw (atau disebut juga sebagai mie tiauw) ini dimasak di atas tungku arang agar kering dan tidak lengket. Isinya udang dan bakso ikan dalam porsi yang generous. Char kway teow Penang lewat, dah!

Di “sektor” India, ada satu tempat kecil dan terpencil yang saya sukai untuk makan pagi, yaitu Warung Ibu Manu di Jalan Kangkung. Hidangannya adalah sarapan a la India dengan putumayam, putu, kue mangkok, dan thosai. Untuk makan siang atau makan malam a la India, di Jalan Teuku Cik Ditiro berbaris beberapa rumah makan yang menyediakan masakan autentik India Utara dan Selatan, vegetarian maupun non-vegetarian. Di Jalan Pagarruyung juga berbaris berbagai pedagang makanan India maupun peranakan India.

Spektrum oleh-oleh Medan pun sekarang telah bertambah kaya – tidak lagi terbatas pada Bika Ambon dan Sirup Markisa. Tentu Anda sudah kenal Bolu Gulung Meranti yang selalu diantre orang. Tetapi, bagaimana dengan Risoles Agogo dan lemper ketan hitamnya yang sunggut legit?

Di Medan, makan-makan memang tidak ada matinya. Mengutip kata-kata Jenderal McArthur, terhadap kota ini saya selalu berkata: I shall return!  (9 Maret 2008)


Sumber :
Bondan Winarno
http://travel.kompas.com/read/xml/2008/03/09/07594085/medan.surga.kuliner 
29 Mei 2009
Sumber Gambar:
http://farm4.static.flickr.com/3289/2737685477_22d6201588_o.jpg

Menyoal Lalu Lintas Kota Medan dan Solusinya



Kota Medan, adalah kota kenangan, kota harapan dan kota masa depan.

Sebuah kota dengan tampilan keberkawanan, persahabatan dan persaudaraan. Medan kota terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya, tampilan tadi masih kental dan toleran. Dinamis dan terbuka, adalah karakter warga kota yang kerap terlihat di setiap aktifitas sosial.  Tak hanya itu, watak keras juga mendominasi karakter warga. Namun watak keras bukan berarti kasar, sebab rasio warga lebih mendominasi emosi warga. Fenomena ini terbukti kondisi kota Medan relatif aman, terkendali dan toleran dalam berbagai peristiwa politik, ekonomi, sosial dan agama. Sungguh sebuah kota majemuk yang masih dilapisi ruh persahabatan dan religius ditengah keragaman budaya dan keyakinan.

Di kota ini telah tumbuh rasa cinta yang akhirnya mempersatukan dua insan di mabuk asmara hingga di karuniai belahan hati. Di sini pula terukir cerita lama bersama kawan kecil yang berlari, bermain, bercanda dan berkelahi. Di kota ini juga terekam kehidupan dulu bersama bangunan kuno bersejarah, mandi di sungai deli, berbelanja di pasar tradisional dan lokasi jajanan yang khas lezat cita rasa.  
Di kota ini juga ditorehkan sejarah baru tatkala disematkan topi kesarjanaan yang sebelumnya dijalani selama sekian tahun.

Di sini pula gaji pertama diperoleh dengan bangganya mentraktir pacar tersayang, isteri tercinta dan sahabat sejati di lokasi jajanan yang pas sesuai kantong. Semua itu dilalui dengan menelusuri jalan raya yang waktu itu masih sepi dan lalu lintas tidak padat kenderaan.

Sekarang kota ini berubah dan sangat berubah. Perubahan harus terjadi sebentuk diri yang juga mengalami perubahan fisik. Bayi yang tadi hanya bisa menangis meminta sesuatu atau wujud kekesalannya kepada ibu, kini sudah bisa berbicara dan berteriak. Bayi yang tadi selalu digendong, kini telah berlari mengejar masa depannya. Bayi yang tadi kecil, mungil dan lucu, kini sudah tumbuh dewasa, kekar dan lantang  dalam bersikap. Begitulah perubahan diri secara alami terjadi bagi kita.

Kota ini pun begitu, perubahan terus terjadi. Pertumbuhan penduduk mulai tak sebanding dengan ketersediaan lahan. Bertambahnya kendaraan semakin tak terimbangi dengan kondisi ruas jalan. Lahan semakin menyempit, jumlah kenderaan terus melejit. Jalan raya kian padat dibanjiri penumpukkan kendaraan yang macat.

Kondisi jalan kurang mendukung dengan padatnya aktifitas kenderaan. Rusaknya sejumlah badan jalan, ikut memberi andil terganggunya aktifitas jalan raya. Kondisi jalan yang tidak rata, berlobang dan gundukan bekas galian adalah kasus penting yang jangan diabaikan. Perkerjaan proyek jalan dan jembatan yang tidak menghitung langkah dan ketepatan waktu kerja, sangat berpengaruh terkondisinya potensi kemacetan jalan raya.

Fungsi jalan raya juga digunakan di luar peruntukkannya. Penguasaan lahan yang dijadikan untuk berdagang telah merampas hak pengguna jalan raya khususnya pengemudi kenderaan. Jalan menjadi menyempit, kumuh hingga menimbulkan aroma mengganggu aroma penciuman. Jika terus dibiarkan, badan jalan semakin menyempit yang berpotensi besar terjadinya rawan kemacetan. Begitu juga penggunaan trotoar sangat mengganggu kenyamanan pejalan kaki. Trotoar digunakan untuk susunan barang dagangan yang akhirnya mengganggu kenyamanan bagi warga berjalan kaki. Akhirnya, warga pejalan kaki berjalan di atas badan jalan raya yang juga berpotensi terjadinya perlambatan laju kenderaan. Di sini juga ikut memberi andil potensi kemacetan manakala jumlah pejalan kaki bertambah banyak pada jam dan lokasi tertentu.

Naifnya, kondisi rambu dan beberapa petunjuk yang berkaitan lalu lintas kondisinya dalam keadaan memprihatinkan. Perawatan traffic light mulai memprihatinkan, median jalan mulai berantakan dan marka jalan banyak yang rusak serta warnanya pudar.

Penataan parkir yang asal-asalan juga riskan gangguan lalu lintas. Posisi parkir kendaraan yang tak rapi, tak berbaris lurus atau terlalu menjorok ke jalan membuat kondisi jalan menyempit. Bagi situasi jalan raya yang padat kenderaan atau jalan yang agak kecil, penataan parkir sangat ikut menentukan situasi kelancaran lalu lintas.

Yang paling penting adalah, masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menegakkan sikap menghargai berdisiplin dalam berlalu lintas. Partisipasi masyarakat dalam mendukung penegakkan tertib dan berdisiplin berlalu lintas adalah dukungan yang paling signifikan. Tak jarang ditemukan di jalan raya, masyarakat pengemudi kendaraan menabrak rambu dan peraturan lalu lintas serta tak melengkapi alat kelengkapan kendaraannya.

Tak cukup itu saja, kesadaran dan tanggungjawab petugas juga dituntut dalam mengelola peraturan lalu lintas. Penegakkan peraturan harus konsisten tidak menggunakan sistem uji coba tanpa sosialisasi, bongkar pasang kebijakan tanpa koordinasi dengan instansi sejawat dan kepedulian petugas walau di luar jam tugas. Kecepatan, ketangkasan dan ketepatan dalam mengambil keputusan, baik di atas peraturan maupun di lapangan menjadi bagian penting yang dari bagian penegakkan kelancaran lalu lintas. Kerjasama dengan instansi sejawat menjadi kerja tim yang solid guna membentuk suatu sistem penataan lalu lintas 4 T yakni  terencana, terarah, terukur dan terpadu. Sistem penataan 4T ini akan melahirkan kebijakan sama dan mudah-mudahan persoalan yang melingkari lalu lintas kota Medan terjawab di atas kerja tim.

Kesadaran dan tanggung jawab instansi terkait (Pemerintah Kota Medan) juga menjadi patut menjadi ajakan. Mirisnya sejumlah persoalan yang bersentuhan dengan  instansinya ikut memberi warna terbentuknya sistem penataan lalu lintas 4T tadi. Ketersediaan anggaran, kebijakan penuh dan dukungan kekuatan, ikut mempercepat terwujudnya sistem penataan lalu lintas 4T.

Solusi

Pemecahan masalah atau solusi gagasan dalam kesempatan ini, penulis uraikan di antaranya;

Pertama, di ajak partisipasi aktif, kesadaran penuh, loyalitas dukungan dan peduli lalu lintas bagi masyarakat, baik pengemudi, pejalan kaki dan pedagang.

Kedua, tanggung jawab dan kepedulian petugas lalu lintas dan instansi sejawat guna membentuk sistem penataan lalu lintas 4 T sangat penting.

Ketiga, koordinasi dengan instansi terkait yang berdampak langsung dengan lalu lintas perlu ditegakkan dan dipertahankan tanpa harus mendahului dan menyalahkan.

Keempat, dukungan penuh Pemko Medan melalui instansi terkait seperti ketersediaan anggaran, dukungan personil tambahan dan dukungan kebijakan menambah kesolidan dan keunggulan tim dalam membentuk sistem penataan lalu lintas 4T.

Kelima, tak salah pula meminta dan dengar pendapat yang di serap dari tokoh akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat dan senior dalam bertugas guna memperkaya wawasan dalam mencari akar masalah dan rajutan gagasan pemecahannya.

Mudah-mudahan, persoalan lalu lintas dan solusi dalam gagasan tulisan ini bermanfaat dan menjadi modal dasar dalam melangkah untuk lebih baik lagi. Semoga kita bisa mewujudkan masa depan kota ini jika kita bersama-sama. Amin yaa Rabbal Alamin!!***

Sumber :

Drs Safwan Khayat MHum,  Alumnus SMA Negeri 1 Medan, Alumnus dan Dosen UMA, Alumnus Pascasarjana USU Medan. Website; http//Selalukuingat.blogspot.com. Email: safwankhayat@yahoo.com

http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=16579:menyoal-lalu-lintas-kota-medan-dan-solusinya-&catid=78:umum&Itemid=131

29 Mei 2009

Sumber Gambar:

http://cache.virtualtourist.com/3263262-Travel_Picture-Medan.jpg

Tentang Kota Medan


Kota Medan (dahulu daerah tingkat II berstatus kotamadya) adalah ibu kotaprovinsi Sumatera UtaraIndonesia. Medan adalah pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Bukit LawangDanau Toba, yang terkenal sebagai tempat wisata, serta Pantai Cermin, yang tekenal dengan pemandangan lautnya dilengkapi dengan waterboom Theme Park.

Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km 2 ) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring keutara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter diatas permukaan laut.


Secara administratif , wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.


Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.


Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Kota Medan saat ini diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap , sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk commuters. Dengan demikian Kota Medan Merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar, sehingga memiliki deferensiasi pasar.


Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju(komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk).


Dilihat dari struktur umur penduduk, Kota Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian Kota Medan secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.


Laju pertumbuhan penduduk Kota Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan, dimana tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. sedangkan tingkat kapadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per Km 2 pada tahun 2004. jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit , terdapat di kecamatan Medan Baru, Medan Maimun dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area dan Medan Timur.


Mayoritas penduduk kota Medan sekarang adalah suku Jawa dan Batak, tetapi di kota ini banyak tinggal pula orang keturunan India danTionghoa. Komunitas Tionghoa di Medan cukup besar, sekitar 25% jumlah total.

Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjidgereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jalan Zainul Arifin bahkan dikenal sebagai Kampung Madras (Kampung India).

Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.

Secara historis, pada tahun 1918 tercatat Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.


http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan

29 Mei 2009


Sumber Gambar :

http://www.pemkomedan.go.id/images/Peta-Kecamatan.gif